2.1 Definisi aliran sesat
Pengertian aliran sesat apabila dikaitkan
dengan arti katanya dapat dimaknakan sebagai suatu gerakan yang
berkesinambungan (terus menerus) yang menyimpang dari kebenaran. Penyimpangan
kebenaran dalam hal ini dikaitkan dengan ajaran agama yang diakui di Indonesia.
Aliran sesat yang dicontohkan dalam makalah ini adalah aliran sesat yang
terjadi pada umat Islam. Bagi umat Islam di Indonesia, telah ada suatu wadah
atau lembaga yang berusaha untuk menjaga kemurnian ajaran agama Islam, yaitu
Majelis Ulama indonesia (selanjutnya disingkat dengan MUI). Pada tanggal 9
November 2007 MUI telah mengeluarkan fatwa tentang 10 kriteria aliran sesat. Apabila ada satu ajaran yang
terindikasi punya salah satu dari kesepuluh kriteria itu, bisa dijadikan
dasar untuk masuk ke dalam kelompok aliran sesat. Berikut adalah criteria
tersebut:
- Mengingkari
rukun iman (Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab Suci, Rasul, Hari Akhir,
Qadla dan Qadar) dan rukun Islam (Mengucapkan 2 kalimat syahadah, sholat 5
waktu, puasa, zakat, dan Haji)
- Meyakini
dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar`i (Alquran dan
as-sunah),
- Meyakini
turunnya wahyu setelah Al-Quran
- Mengingkari
otentisitas dan atau kebenaran isi Al-Quran
- Melakukan
penafsiran Al-Quran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir
- Mengingkari
kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam
- Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul
- Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul
terakhir
- Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan
syariah
- Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i
2.2 Sebab munculnya aliran
sesat
Akhir-akhir
ini banyak pemberitaan di media cetak maupun elektronik tentang penangkapan
beberapa orang atau kelompok yang dianggap telah mengajarkan atau membawa
ajaran atau aliran sesat. Misalnya saja aliran Al Qiyadah Al Islamiyah, di
bawah pimpinan Ahmad Moshaddeq atau Al Masih Al Ma’ud yang menyatakan dirinya
sebagai nabi menggantikan Nabi Muhammad SAW dan bergelar al-Masih al-Maw’ud. Keberadaan Al-Qiyadah al-Islamiyah
ini sangat meresahkan kehidupan beragama di masyarakat, khususnya bagi umat
Islam. Ajaran yang disampaikan oleh aliran Al-Qiyadah al-Islamiyah bertentangan
dengan ajaran agama Islam.
Salah
satu faktor tumbuhnya aliran sesat adalah
rendahnya pemahaman masyarakat tentang tsaqofah Islam, khususnya tentang
pokok-pokok ajaran Islam, serta lemahnya payung hukum untuk menindak aliran
sesat. Aliran sesat ditindak hanya jika dipandang menimbulkan keresahan di
tengah masyarakat, bukan karena tanggung jawab untuk menjaga kemurnian ajaran
Islam. Para proponen (pembela) aliran sesat mendasarkan argumentasinya pada ide
kebebasan berpendapat, kebebasan beragama, dan kebebasan individu. Ide-ide
kebebasan ini, yang sering diistilahkan sebagai "hak asasi manusia"
(HAM), tidak lain merupakan bagian dari paham liberalisme. Oleh karena agama
merupakan hasil dari penafsiran masing-masing individu atau dengan kata lain tidak ada kebenaran
mutlak sehingga ini merupakan paham pluralisme. Maka, menurut para proponen
aliran sesat adalah tidak relevan atau tidak layak untuk menyatakan bahwa suatu
pemahaman agama itu sesat atau tidak sesat.
Lebih
lanjut, berdasarkan ide bahwa tidak ada kebenaran mutlak, semua agama bisa
dikatakan benar atau semua agama bisa dikatakan salah, maka dalam masyarakat
yang pluralistik, yang terdiri dari individu-individu yang berbeda keyakinan
agamanya, dasar argumentasi untuk membangun aturan kemasyarakatan tidak boleh
diambil dari teks-teks dalil-dalil agama, khususnya Islam. Ide ini tidak lain
merupakan bagian dari paham sekularisme.
Selain
dari pola argumentasi yang bergulir seperti di atas, indikasi bahwa isu aliran
sesat digunakan sebagai medium untuk mengopinikan paham "sipilis",
bahwa para pembela aliran sesat dikenal sebagai tokoh-tokoh lintas agama.
Pengopinian paham sipilis bertujuan agar masyarakat menjadikan paham tersebut
sebagai dasar penalarannya (dasar logika berpikirnya).Di antara ide-ide utama
yang ingin ditanamkan adalah bahwa tidak ada kebenaran mutlak (tidak ada agama
yang benar) dan agama hanya merupakan penafsiran masing-masing individu. Jika
ide ini diterima oleh masyarakat, maka akan terjadi pengkaburan ajaran Islam,
yaitu seolah-olah dalam Islam tidak ada sesuatu yang pasti (qath'i) untuk
membedakan antara iman dan kufur atau antara Islam dan non-Islam. Jika terjadi
kekaburan ajaran Islam di tengah masyarakat, maka kembalinya kesatuan umat akan
tercegah. Pokok-pokok ajaran Islam adalah pengikat untuk menyatukan umat. Jika
pokok-pokok ajaran Islam ini kabur di tengah umat, maka umat kehilangan
pengikat yang dapat menyatukannya.
Kini
aliran sesat seperti bangkit dari kesunyian, eksistensinya menyeruak mengisi
berita-berita media yang menghebohkan. Menanggapi hal itu, Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen Agama (Litbang Depag) Prof Dr Atho`
Mudzhar menyimpulkan bahwa kemunculan aliran-aliran ini dipicu oleh rasa
frustrasi umat akibat kondisi keterpurukan ekonomi, hiruk-pikuk politik,
perubahan cepat sosial-budaya serta agama dan tokoh religi yang lamban bahkan
tak mampu menyuguhkan solusi.
Sebagai
konsekuensi, umat mencoba berkreasi mencari jalan pemecahan sendiri. Maka muncul
terkait erat dengan beragam faktor sosiologis masyarakat. "Munculnya
aliran sesat muncullah gagasan tentang ratu adil dan paham-paham penyelamatan
lainnya. "Pengikutnya adalah orang-orang yang merasa kehilangan harapan ke
depan sehingga kemunculan tokoh seperti Ahmad Moshaddeq memang ditunggu-tunggu
mereka," kata Profesor Atho'.
Ketua
Tim Pembela Muslim (TPM) Mahendradatta berpendapat, aliran sesat yang kerap
sangat berhubungan dengan berbagai faktor sosiologis yang memengaruhi
masyarakat kita, seperti tingginya angka kemiskinan dan tingkat stres, sehingga
banyak orang yang kerap mencari jalan pintas untuk mencapai sesuatu,"
katanya. Ia menuturkan, sejumlah aliran sesat seperti Al-Qiyadah Al-Islamiyah
itu bisa menarik banyak orang karena menawarkan "surga instan" atau
kenikmatan yang akan diraih pengikutnya secara cepat. Sementara itu, Direktur
Eksekutif Wahid Institute, Ahmad Suaedy, mengemukakan, munculnya beragam aliran
ini sepatutnya juga dijadikan sebagai bahan mawas diri para agamawan yang
berada dalam mainstream atau garis utama agamanya.
Pandangan
berbeda diungkapkan Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Prof. Dr. Achmad
Satori Ismail. Menurutnya, berdasarkan survei MUI, fenomena aliran sesat
merupakan skenario asing. Ia menyebutkan, kesimpulan MUI itu diperoleh dari temuan
adanya pemimpin aliran yang tak dapat membaca Al-Qur'an.
Seperti
diketahui, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan sepuluh kriteria aliran
sesat. Namun, Sekretaris Umum MUI Ichwan Sam menegaskan bahwa penetapan
kriteria tersebut tidaklah dapat digunakan oleh sembarang orang dalam
menetapkan bahwa suatu aliran itu sesat dan menyesatkan.
Di
dalam pedoman MUI tersebut dinyatakan, sebelum penetapan kesesatan suatu aliran
atau kelompok terlebih dahulu dilakukan penelitian dengan mengumpulkan data,
informasi, bukti dan saksi, tentang paham, pemikiran, dan aktivitas kelompok
atau aliran tersebut oleh Komisi Pengkajian yang akan disampaikan ke Dewan
Pimpinan. Kemudian, bila dipandang perlu, Dewan Pimpinan menugaskan Komisi
Fatwa untuk membahas dan mengeluarkan fatwa. Ketua Umum PP Muhammadiyah Din
Syamsuddin mengatakan, aliran sesat dan menyesatkan yang mengaitkan diri dengan
ajaran Islam muncul karena dakwah belum dilakukan secara meluas dan menyentuh
segenap kaum Muslim. Din mengatakan, sebab lain dari kemunculan berbagai aliran
sesat juga karena kebebasan yang kebablasan dari alam reformasi sehingga orang
dapat membuat berbagai organisasi tertentu.
Ke depan, ia
berpendapat, tidak ada jaminan bahwa sebuah pemikiran atau keyakinan dapat
"dibunuh" begitu saja. Cara yang paling baik adalah melalui
penyadaran, yaitu bagaimana kita sentuh hatinya dan kita kembalikan ke jalan
yang benar terhadap
agama. Kegiatan tersebut lebih bermakna "ibadah entertainment",
karena hanya memberi ketenangan ketika prosesi berlangsung.
Selain itu,
faktor kekosongan spiritual merupakan penyebab masyarakat terjebak mengikuti
aliran sesat. Menurut Ketua Pusat Kajian Hukum, Konstitusi, dan HAM (Puskohham)
IAIN Sumut, Ansari Yamamah, kekosongan spiritual terjadi karena masyarakat
telah "menjauhkan diri" dari agama. Kegiatan agama selama ini,
seperti zikir bersama yang diorganisasi, dinilai tidak efektif dan tidak dapat
dijadikan indikasi kedekatan masyarakat
2.3Upaya masyarakat dan
pemerintah dalam menanggulangi
Untuk
mengantisipasi aliran sesat, pemerintah harus responsif menyelesaikannya.
Namun, tindakan terhadap aliran tersebut jangan sampai anarkis, seperti yang
terjadi terhadap aliran Ahmadiyah di Parung, Bogor, Jawa Barat. Pemerintah dan
ormas agama, harus memberikan pencerahan mengenai religiositas terhadap
masyarakat.Pencerahan agama bukan saja oleh Departemen Agama dan MUI, tapi juga
oleh ormas agama.Selain peran dari pemerintah,masyarakat perlu mengingatkan bagi pengikut aliran sesat dengan cara baik dan benar.Agar mereka mau kembali kepada aliran yang benar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar